Cari Blog Ini

Kamis, 08 April 2010

kenapa saya bisa mengambil judul Penulisan ilmiah ini??

Gagasan adanya lembaga perbankan yang beroperasi berdasarkan prinsip syariat Islam berkaitan erat dengan gagasan terbentuknya suatu sistem ekonomi islam.gagasan mengenai konsep ekonomi islam secara internasional muncul pada sekitar dasarwasa 70-an,ketika pertama kali diselenggarakan konferensi Internasional tentang ekonomi Islam di Makkah pada tahun 1967.
Pesatnya perkembangan lembaga perbankan islam ini karena Bank Islam memiliki keistimewaan-keistimewaan.Salah-satu keistimewaan yang utama adalah yang melekat pada konsep (build in concept) dengan berorientasi pada kebersamaan.Orientasi kebersamaan inilah yang menjadikan bank islam mampu tampil sebagai alternatif pengganti sistem bunga yang selama ini hukumnya (halal atau haram) masih diragukan oleh masyarakat Muslim.Namun demikian,sebagai lembaga yang keberadaannya lebih baru daripada bank-bank konvesioanal,Bank islam menghadapi permasalahan-permasalahan,baik yang melekat pada aktivitas maupun pelaksanaannya.
Pada dasarnya,aktivitas bank islam tidak jauh berbeda dengan aktivitas bank-bank yang telah ada,perbedaannya selain terletak pada orientasi konsep juga terletak pada konsep dasar operasioanlnya yang berlandaskan pada ketentuan-ketentuan dalam Islam.Bank Islam yang beroperasi di indonesia sampai sekarang ada dua jenis,yaitu Bank Mu’amalat Indonesia (BMI) dan Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ) Islam.Beroperasinya Bank islam di Indonesia harus disesuiakan dengan situasi dan kondisi masyarakat dan negara Indonesia,baik di bidang sosial,ekonomi maupun hukum.selain itu juga harus memenuhi persyaratan pendirian dan operasioanalisasinya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang status hukumya disahkan dalam paket kebijaksanaan Keuangan Moneter dan Perbankan melalui PAKTO tanggal 27 Oktober 1988,pada hakikatnya merupakan penjelmaan model baru dari lumbung desa dan bank desa dengan beraneka ragam namanya yang ada khususnya di pulau Jawa sejak akhir 1890-an hingga tahun 1967 sejak di keluarkannya UU Pokok Perbankan,status hukumya di perjelas dengan izin mentri keuangan.Dengan adanya keharusan izin tersebut,diikuti dengan upaya-upaya pembenahan terhadap badan-badan kredit desa yang berproses menjadi lembaga keuangan bank.
Lumbung desa sebagai perkreditan rakyat zaman dahulu,dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat tani di pedesaan,karena pada waktu itu peredaraan uang belum menjangkau masyarakat tani di pedesaan sehinnga pinjamaan dalam bentuk natura (khususnya padi) lebih menguntungkan dan lebih praktis daripada pinjamaan dalam bentuk uang.Selain itu pinjamaan natura (padi) tidak menggangu kestabilan harga padi yang menjadi penghasilan utama masyarakat desa.karena struktur ekonomi,sosial dan administrasi masyarakat desa sudah banyak mengalami perubahaan BPR tidak lagi persis sama seperti lumbung desa zaman dahulu.
Di dalam kenyataan masyarakat petani desa yang umumya beragama islam belum memanfaatkan BPR-BPR yang ada secara optimal.mereka masih beranggapan bahwa bunga BPR itu termasuk riba yang diharamkan di dalam islam.Oleh karena itu,mereka masih mendambakan adanya BPR yang tidak menerapkan sistem bunga.
Keinginan masyarakat terhadap adanya BPR tanpa bunga tersebut mendapatkan angin segar dengan adanya deregulasi di sektor perbankan sejak 1 juni 1983 yang memberikan kebebasan kepada bank-bank (termasuk BPR) untuk menetapkan sendiri tingkat bunganya.Bahkan bank-bank tidak di larang untuk menerapkan bunga 0%.
Peluang beroperasinya BPR tanpa bunga tersebut semakin terbuka setelah PAKTO 1988 tanggal 27 Oktober 1988 yang memberikan peluang berdirinya bank-bank,termasuk di antaranya bank tanpa bunga.Kepastian bagi peluang beroperasinya BPR tanpa bunga yang sesuai dengan keinginan umat islam tersebut tampak jelas dengan penjelasan lisan pemerintah dalam Rapat Kerja dengan komisi VII RI tanggal 5 juli 1990,bahwa tidak ada halangan mendirikan atau mengoperasionalkan bank (termasuk BPR) yang sesuai dengan Prinsip Syariah Islam sepanjang pengoperasian tersebut memenuhi kriteria kesehatan bank sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
Konsep dasar operasioanal BPR Islam,sama dengan konsep dasar operasional pada bank Muamalat Indonesia,yaitu sistem simpanan murni (al-Wadiah),sistem bagi hasil,sistem jual beli dan marjin keuntungan,sistem sewa,sistem upah (fee),
Secara teknis,menabung di bank Syariah dengan yang berlaku di bank konvesional hampir tidak ada perbedaan hal ini karena baik bank Syariah maupun bank Konvesional di haruskan mengikuti aturan teknis perbankan secara umum,tetapi bila diamati secara lebih dalam,terdapat beberapa perbedaan mendasar diantara keduanya.
Pada bank konvensional, nasabah akan menerima atau membayar return bersifat fixed yang disebut bunga. Bagi nasabah penabung akan mendapatan bunga yaitu persentase terhadap dana yang ditabung sedangkan bagi nasabah peminjam (debitur) akan membayar bunga yaitu persentase terhadap dana yang dipinjam oleh nasabah. Bank syari’ah, nasabah akan menerima atau membayar return bersifat tidak fixed yang disebut bagi hasil. Bagi penabung akan menerima bagi hasil yaitu persentase terhadap hasil yang diperoleh dari dana yang ditabung oleh nasabah yang kemudian dikelola oleh pihak bank. Peminjam (debitur) akan membayar bagi hasil yaitu persentase terhadap hasil yang diperoleh dari dana yang dipinjam oleh nasabah yang kemudian dikelolanya.
Hal utama yang menjadi perbedaan antara kedua jenis bank ini adalah dalam penentuan harga,baik untuk harga jual maupun harga beli didasarkan kepada bunga,sedangkan dalam bank Syariah didasarkan kepada konsep Islam yaitu kerja sama dalam Skema Bagi Hasil,baik untung maupun Rugi.
Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan judul.”Analisis Sistem Perhitungan Bagi Hasil Tabungan Mudharabah Pada PT BPR Syariah Al Salaam “

0 komentar:

Posting Komentar