Cari Blog Ini

Kamis, 06 Januari 2011

Indeks di Bursa

Indeks di Bursa

Indeks harga saham merupakan indikator perdagangan saham yang dibuat berdasarkan rumusan tertentu untuk mencerminkan tingkat aktivitas dan fluktuasi sebuah bursa efek. Setiap bursa efek mempunyai indikator tersendiri. Bursa saham di Indonesia yaitu : Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Bursa Efek Surabaya (BES) saat ini memiliki beberapa indeks, yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) BEI, Indeks LQ45, Indeks Sektoral, IHSG BES dan yang terbaru adalah JII (Jakarta Islamic Indeks).

1. IHSG BEJ atau JCI (Jakarta Composite Index) merupakan indikator pergerakan harga atas seluruh saham yang tercatat di BEI, dimana satuan perubahan indeks dinyatakan dalam satuan poin. Metode perhitungan indeks adalah ; (Kapitalisasi pasar pada saat perhitungan / kapitalisasi dasar pada waktu dasar perhitungan) x 100 %. Dengan model perhitungan seperti ini, setiap jenis saham akan mempunyai bobot yang berbeda. Semakin besar kapitalisasi pasarnya, semakin besar bobotnya.

2. Indeks LQ45 terdiri dari 45 saham yang telah terpilih yang memiliki likuidasi dan kapitalisasi pasar yang tinggi yang terus direview setiap 6 bulan. Saham-saham pada indeks LQ45 harus memenuhi kriteria dan melewati seleksi utama sebagai berikut :

- Masuk dalam rangking 60 besar dari total transaksi saham di pasar regular (rata-rata nilai transaksi selama 12 bulan terakhir).

- Ranking berdasar kapitalisasi pasar (rata-rata kapitalisasi pasar selama 12 bulan terakhir).

- Telah tercatat di BEI minimum 3 bulan.

- Keadaan keuangan perusahaan dan prospek pertumbuhannya, frekuensi dan jumlah hari perdagangan transaksi pasar reguler.

3. Indeks sektoral menggunakan semua saham yang termasuk ke dalam masing-masing sektor dan merupakan sub indeks IHSG. Saham-saham yang tercatat di BEI dikelompokan ke dalam 9 sektor menurut klasifikasi industri yang telah ditetapkan BEI (JASICA = Jakarta Stock Exchange Industrial Classification). Sektor tersebut:

- Sektor Pertanian

- Sektor pertambangan

- Sektor Industri dasar dan kimia

- Sektor Aneka industri

- Sektor Industri Barang konsumsi

- Sektor Properti dan Real Estate

- Sektor Transportasi dan Infrastruktur

- Sektor Keuangan

- Sektor Perdagangan, Jasa, dan Investasi

4. Jakarta Islamic Index (JII)

Indeks ini terdiri dari 30 saham yang sesuai dengan syariah islam dan merupakan tolak ukur kinerja suatu investasi saham berbasis syariah. Syarat pemilihan saham pada umumnya sama dengan LQ45, namun lebih ditekankan pada jenis usaha emiten yang tidak boleh bertentangan dengan syariah islam, seperti bukan usaha yang tergolong judi, lembaga keuangan konvensional, bukan usaha yang memproduksi, mendistribusikan, dan memperdagangkan makan/minumn yang tergolong haram, dan bukan usaha yang memproduksi, mensistribusikan atau menyediakan barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat. JII akan di kaji setiap 6 bulan sekali, yaitu bulan Januari dan Juli. Melalui indeks ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan inverstor untuk mengembangkan investasi secara syariah.

5. IHSG BES (SCI, Surabaya Composite Index dan ISME, Small Medium Enterprises-Index)

BES memiliki 2 jenis Indeks yaitu SCI yang mengkalkulasi seluruh saham yang tercatat di BES, dan SME yang menghitung saham yang di keluarkan oleh perusahaan yang di kategorikan sebagai perusahaan kelas kecil dan menengah.

Jenis Order Saham

Jenis Order Saham

Dalam melakukan transaksi jual maupun beli saham, pialang menghadapi berbagai jenis order. Beberapa jenis order yang kita kenal, yaitu market order, limit order, stop order dan stop limit order.

· Market Order, merupakan jenis order yang paling umum. Pada jenis ini, investor mengintruksikan kepada pialang untuk membeli atau menjual saham dalam jumlah tertentu dengan segera. Pialang selanjutnya bertanggung jawab untuk mengambil tindakan atas dasar usaha terbaik untuk mendapatkan harga yang terbaik dari harga Bid dan Offer yang terjadi pada saat order dibuat oleh investor. Harga yang terbaik adalah harga yang tinggi untuk order penjualan, dan harga yang rendah untuk order pembelian. Pada umumnya, investor juga memberikan patokan harga tertentu sebagai informasi bagi pialang dalam mengeksekusi order resebut.

· Limit Order. Pada jenis ini, investor memberikan batas harga tertentu kepada pialang. Dalam hal order beli, pialang akan melaksanakan order tersebut hanya pada harga yang telah ditentukan atau harga yang lebih rendah dari batas harga yang diberikan investor. Jika ordernya adalah order jual, maka pialang akan malaksanakan order jika harga saham lebih tinggi atau sama dengan batas harga yang ditentukan. Order jenis ini cenderung sulit dijalankan, karena terdapat ketidakpastian harga, ketidakpastian kapan order dijalankan, dan karena adanya batasan harga. Contoh : Harga pasar saham PT. ABC saat ini Rp. 750. seorang investor memberikan limit order untuk menjual 100 lembar saham ABC dengan batas harga Rp. 800 per lembar saham dalam satu hari tertentu. Hal ini kemungkinan sulit dilaksanakan mengingat harga yang diminta lebih tinggi, kecuali bila harga saham tersebut naik Rp. 50 per-lembar.

· Stop order terdiri dari stop order (atau sering disebut stop-loss order) dan stop limit order (lihat No.4). Stop-loss order dilakukan bila investor menentukan batas harga (stop price). Jika ia akan melakukan order jual, maka stop-loss order adalah batas harga bawah pialang tidak boleh (stop) menjual sahamnya dibawah harga itu untuk menghindari kerugian. Kebalikannya, untuk order beli, maka stop-loss order adalah batas harga atas dimana pialang tidak boleh membeli saham diatas harga tersebut. jika kemudian ada pihak lain yang memperdagangkan saham tersebut dengan harga yang sama atau melebihi harga yang ditentukan, maka penghentian order diberlakukan. Misalnya : stop-loss order jual ditetapkan Rp 750, maka penjualan hanya dilakukan pada harga terbaik diatas harga Rp 750 dan bila stop-loss order beli ditetapkan Rp 800, maka pembelian dilakukan pada harga terbaik dibawah harga Rp 800.

· Stop limit order adalah jenis order yang bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian eksekusi harga yang berasosiasi dengan stop order. Dengan stop limit order, investor menentukan dua batas harga, yaitu order price dan limit price. Ketika saham diperdagangkan pada harga yang sama atau melebihi harga stop order yang telah ditentukan, maka terbentuklah stop limit order pada limit price untuk order beli yang ditentukan oleh investor. Contohnya, stop order ditentukan Rp. 800, dan saham bergerak menuju Rp. 825, investor kemudian menentukan Rp. 825 sebagai limit price maka pialang akan membeli saham dengan harga terbaik dibawah harga Rp. 825 atau Rp. 800,-. Sebaliknya bila saham diperdagangkan pada harga yang sama atau kurang dari harga stop order, maka terbentuklah stop limit order price untuk order jual yang ditentukan investor. Misalnya, stop order ditentukan Rp.800 dan harga saham bergerak menuju Rp. 775, investor menentukan Rp. 775 sebagai limit price, maka pialang akan menjual saham tersebut dengan harga terbaik diatas stop limit order Rp. 775 atau diatas stop order price Rp.800,-.

INVESTASI

Investasi

Investasi merupakan komitmen dana pada saaat ini, yang diharapkan menghasilkan “tambahan dana” di masa depan dimana “tambahan dana” tersebut merupakan konpensasi terhadap (a) jangka waktu dana, (b) tingkat inflasi, (c) ketidakpastian. Sebelum anda mengambil keputusan pilihan investasi, hal penting yang penting anda pertimbangkan dahulu adalah : faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi bidang investasi yang akan anda pilih, seperti:

1. Pribadi Anda

Anda harus menilai dan memperhitungkan secara cermat, berapa usia anda, bagaimana rencana anda di masa depan dan pribadi anda sendiri. Apakah anda tergolong orang yang suka menempuh resiko (risk averter). Hal ini sangat penting diperhatikan karena merupakan dasar utama dalam pengambilan keputusan untuk memilih investasi yang sesuai.

2. Pajak

Sebagai warga Negara yang baik maka anda harus menunaikan kewajiban untuk membayar pajak. Dengan demikian anda harus menghitung berapa kira-kira keuntungan bersih anda setelah dipotong pajak.

3. Likuiditas

Likuiditas atau kelancaran, menunjukan tingkat kemudahan dalam mencairkan modal (principal) investasi anda. Bila anda sewaktu-waktu membutuhkan uang tunai dengan segera, apakah pilihan investasi anda mudah atau sulit dicairkan.

4. Situasi Ekonomi Internasional

Dalam era globalisasi dan dunia perekonomian bebas saat ini, unsur ketergantungan antar Negara amat besar, perubahan kewajiban ekonomi suatu negara dapat memberikan dampak positif atau negatif terhadap negara lainnya. Informasi yang tersedia dari surat kabar dan majalah perlu dianalisis secara singkat, kira-kira apa pengaruhnya terhadap obyek investasi anda.

5. Situasi Ekonomi Nasional

Situasi ekonomi nasional mempunyai yang besar terhadap bidang usaha atau industri dimana obyek investasi anda tanamkan. Ikutilah dengan seksama perubahan undang-undang / peraturan dan kebijakan pemerintah karena hal tersebut akan bermanfaat dalam menentukan strategi investasi anda.

6. Situasi Industri

Situasi industri dimana objek investasi anda berada sangat berpengaruh terhadap objek investasi yang anda tanamkan. Apabila bidang industri tersebut sedang berkembang, sedang mendekati titik jenuh atau bahkan sudah jenuh. Hal ini sangat berguna untuk mengambil keputusan apakah masih akan menentukan investasi atau akan beralih ke bidang industri lain.

7. Sain dan Teknologi

Sain dan Teknologi adalah fitrah utama manusia yang tidak pernah berhenti berfikir untuk mencari dan menemukan sesuatu. Perhatikan saja personal komputer yang ada di meja anda, yang akan menjadi kuno dalam kurun waktu enam bulan, karena telah ditemukannya microchip baru. Berikanlah minat dan perhatikan perkembangan sain dan teknologi kerena hal ini sangat bermanfaat bagi strategi dan perencanaan investasi anda.

8. Siklus dan Tren

Suatu kepercayaan bahwa setiap kegiatan usaha, bahkan juga segala bentuk kehidupan manusia bekerja dalam siklus/daur. Setiap kejadian di masa lampau umumnya akan terulang kembali dalam skala berbeda. Para ahli riset menyebut hal ini sebagai Analisis teknis dan daur. Tujuan analisis ini adalah untuk meramalkan hal-hal dimana masa depan berdasarkan kejadian data masa lampau. Analisis teknis membantu memperlihatkan kecenderungan tren ke masa depan, dan biasanya dipergunakan untuk perencanaan invetasi jangka panjang. Informasi penting seperti perubahan tingkat suku bunga, kebijakan nilai tukar mata uang, kenaikan BBM, deregulasi, pemilu dan sebagainya akan bermanfaat perencanaan investasi anda.

Sejarah dan Perkembangan Pasar Modal

Sejarah dan Perkembangan Pasar Modal

Pasar Modal pada hakekatnya adalah pasar yang tidak berbeda jauh dengan pasar tradisional yang selama ini kita kenal, dimana ada pedagang, pembeli, dan juga tawar menawar harga. Pasar modal dapat juga diartikan sebagai sebuah wahana yang mempertemukan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang menyediakan dana sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal telah menggariskan bahwa Pasar Modal mempunyai posisi yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Pertumbuhan suatu Pasar Modal sangat tergantung pada dari kinerja perusahaan efek. Untuk mengkoordinasikan modal, dukungan teknis, dan sumber daya manusia dalam pengembangan Pasar Modal diperlukan suatu kepemimpinan yang efektif. Perusahaan-perusahaan harus menjalin kerjasama yang erat untuk menciptakan pasar yang mampu menyediakan berbagai jenis produk dan alternatif investasi bagi masyarakat.

Untuk mengenmbangkan prasarana industri Efek diperlukan investasi yang besar. Investasi tersebut tergantung pada keuntungan ekonomis yang dapat diperoleh para usahawan. Faktor-faktor yang dapat mengurangi jumlah investasi yang dapat diperlukan untuk membangun prasarana dan mengurangi biaya operasi perusahaan efek, akan mendorong perkembangan Pasar Modal melalui peningkatan kelangsungan hidup Perusahaan Efek. Perkembangan dimaksud dapat dicapai apabila faktor-faktor tersebut juga mampu menghasilkan layanan dan alternatif investasi yang aman dan berkualitas tinggi terutama dalam memberikan pelayanan yang optimal kepada para investor sehingga perkembangannya nanti akan sangat mempengaruhi minat dari para calon investor baru yang ingin coba-coba berinvestasi di Pasar Modal.

Dalam sejarah Pasar Modal Indonesia, kegiatan jual beli saham dan obligasi dimulai pada abad 19. Menurut buku Effectengids yang dikeluarkan oleh Verreniging voor den Effectenhandel pada tahun 1939, jual beli efek telah berlangsung sejak 1880.

Pada tanggal 14 Oktober 1912, Amaserdamse Effectenbueurs mendirikan cabang bursa efek di Batavia. Di tingkat Asia, bursa Batavia tersebut merupakan yang tertua keempat setelah Bombay, Hongkong dan Tokyo.

  1. Zaman Penjajahan

Sekitar awal abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda mulai membangun perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai salahsatu sumber dana adalah dari para penabung yang telah dikerahkan sebaik-baiknya. Para penabung tersebut terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk pribumi.

Atas dasar itulah, maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan Pasar Modal. Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya berdiri secara resmi Pasar Modal di Indonesia yang terletak di batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912 dan bernama Verreniging voor den Effectenhandel (Bursa Efek), dan langsung memulai perdagangan.

Pada saat awal terdapat terdapat 13 anggota bursa yang aktif (makelar) yaitu: Fa. Duniop & Kolf; Fa Gijselman & Steup; Fa. Monod & Co.; Fa. Adree Witansi & Co; Fa. A.W. Deeleman; Fa. H. Jul Joostensz; Fa. Jeannette Walen; Fa.Wiekert & V.D Linden; Fa. Walbrink & Co; Fa. Vermeys & Co; Fa. Cruyff dan Fa. Gebroeders.

Sedangkan Efek yang diperjualbelikan adalah saham dan obligasi perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan pemerintah (propinsi dan kotapraja), sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya. Perkembangan Pasar Modal di Batavia tersebut begitu pesat sehingga menarij masyarakat kota lainnya. Untuk menampung minat tersebut, pada tanggal 11 Januari 1925 di kota Surabaya dan 1 Agustus 1925 di Semarang resmi didirikan bursa.

Anggota bursa di Surabaya waktu itu adalah: Fa. Duniop & Kolf; Fa Gijselman & Steup; Fa. Van Velsen; Fa. Beaukkerk & Co. Dan N. Koster. Sedangkan anggota bursa di Semarang waktu itu adalah: Fa. Dunlop & Koff; Fa Gijselman & Steup; Fa. Monod & Co; Fa. Companien & Co; serta Fa. P.H. Soeters & Co.

Perkembangan Pasar Modal waktu itu cukup menggembirakan yang terlihat dari nilai efek yang tercatat mencapai NIF 1,4 milyar (jika di Indeks dengan harga beras yang disubsidi pada tahun 1982, nilainya adalah ± Rp. 7 Trilyun) yang berasal dari 250 macam efek.

b. Perang Dunia II

Pada permulaan tahun 1939 keadaan suhu politik di Eropa menghangat. Melihat keadaan ini, pemerintah Hindia Belanda mengambil kebijaksanaan untuk memusatkan perdagangan Efek-nya di Batavia serta menutup Bursa Efek di Surabaya dan di Semarang.

Namun pada tanggal 17 Mei 1940 secara keseluruhan kegiatan perdagangan efek ditutup dan dikeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa semua efek-efek harus disimpan dalam bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda. Penutupan ketiga bursa efek tersebut sangat mengganggu likuiditas efek, menyulitkan para pemilik efek, dan berakibat pula pada penutupan kantor-kantor pialang serta pemutusan hubungan kerja. Selain itu juga mengakibatkan banyak perusahaan dan perseorangan enggan menanam modal di Indonesia. Dengan demikian, dapat dikatakan, pecahnya Perang Dunia II menandai berakhirnya aktivitas Pasar Modal pada zaman penjajahan Belanda.

c. Masa Tahun 1952-1958

Setahun setelah pemerintahan Belanda mengakui kedaulatan RI, tepatnya pada tahun 1950, obligasi Republik Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah. Peristiwa ini menandai mulai aktifnya kembali Pasar Modal Indonesia. Didahului dengan diterbitkannya Undang-undang Darurat No.13 tanggal 1 September 1951, yang kelak ditetapkan sebagai Undang-undang No.15 tahun 1952 tentang Bursa, pemerintah RI membuka kembali Bursa Efekdi Jakarta pada tanggal 31 Juni 1952, setelah terhenti selama 12 tahun. Adapun penyelenggaraannya diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE) yang terdiri dari 3 bank negara dan beberapa makelar efek lainnya dengan Bank Indonesia sebagai penasihat.

Sejak itu Bursa Efek berkembang dengan pesat, meskipun efek yang diperdagangkan adalah efek yang dikeluarkan sebelum Perang Dunia II. Aktivitas ini semakin meningkat sejak Bank Industri Negara mengeluarkan pinjaman obligasi berturut-turut pada tahun 1954,1955, dan 1956. Para pembeli obligasi banyak warga negara belanda, baik perseorangan maupun Badan Hukum. Semua anggota diperbolehkan melakukan transaksi abitrase dengan luar negeri terutama dengan Amsterdam.

d. Masa Konfrontasi

Namun keadaan ini hanya berlangsung sampai pada tahun 1958, karena mulai saat itu terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa. Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang dilancarkan pemerintah RI terhadap Belanda, sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan mengakibatkan banyak warga negara Belanda meninggalkan Indonesia. Perkembangan tersebut makin parah sejalan dengan memburuknya hubungan RI dengan Belanda mengenai sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-alihan semua perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958. Kemudian disusul dengan instruksi dari Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS) pada tahun 1960, yaitu larangan bagi Bursa Efek Indonesia untuk memperdagangakan semua efek dari perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia, termasuk semua Efek yang bernominasi mata uang Belanda, makin memperparah perdagangan efek di Indonesia.

Tingakat inflasi yang cukup tinggi pada waktu itu semakin menggoncang dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap Pasar Uang dan Pasar Modal, juga terhadap mata uang rupiah yang mencapai puncaknya pada tahun 1966. Penurunan ini mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah sehingga tidak menarik lagi bagi investor. Hal ini merupakan pasang surut Pasar Modal Indonesia pada zaman Orde Lama.

e. Babak Baru Pasar Modal Tahun 1977

Langkah demi langkah diambil oleh pemerintah Orde Baru untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang Rupiah. Disamping pengerahan dana dari masyarakat melalui tabungan dan deposito, pemerintah terus mengadakan persiapan khusus untuk membentuk Pasar Modal. Dengan Surat Keputusan Direksi BI No. 4/16 Keputusan Direktur tanggal 26 Juli 1968 di BI dibentuk Tim Persiapan Pasar Uang (PU)

Dan Pasar Modal (PM). Hasil penelitian tim menyatakan bahwa benih dari Pasar Modal di Indonesia sebenarnya sudah ditanam pemerintah sejak tahun 1952, tetapi karena situasi politik dan masyarakat masih awam tentang Pasar Modal, maka pertumbuhan efek di Indonesia sejak tahun 1958 s/d 1976 mengalami kemunduran.

Setelah tim menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka dengan surat keputusan Keu-Menkeu No. Kep-25/MK/IV/1/72 tanggal 13 Januari 1972 tim dibubarkan, dan pada tahun 1976 dibentuk Bapepam (Badan Pembina Pasar Modal) dan PT. Danareksa. Bapepam bertugas membantu Menteri Keuangan yang diketuai oleh Gubernur Bank Sentral. Dengan dibentuknya Bapepam, maka terlihat kesungguhan dan intensitas untuk membentuk kembali PU dan PM. Selain sebagai pembantu menteri keuangan, Bapepam juga menjalankan fungsi ganda yaitu sebagai pengawas dan pengelola Bursa Efek.

Pada tanggal 10 Agustus 1977 berdasarkan kepres RI No. 52 tahun 1976 psar modal diaktifkan kembali dan go publiknya beberapa perusahaan. Pada zaman Orde Baru inilah perkembangan Pasar Modal dapat dibagi menjadi dua, yaitu tahun 1977 s/d 1987 dan tahun 1987 s/d sekarang. Perkembangan Pasar Modal selama tahun 1977 s/d tahun 1987 mengalami kelesuan meskipun pemerintah telah memberikan fasilitas kepada perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan dana dari Bursa Efek. Fasilitas-fasilitas yang diberikan antara lain fasilitas perpajakan untuk merangsang masyarakat agar mau terjun dan aktif di Pasar Modal.

Tersendatnya perkembangan Pasar Modal selama periode itu disebabkan oleh beberapa masalah antara lain mengenai prosedur emisi saham dan obligasi yang terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi saham dan lain sebagainya. Untuk mengatasi masalah itu pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi yang berkaitan dengan perkembangan pasar modal, yaitu Paket Kebijaksanaan Desember 1987, Paket Kebijaksanaan Oktober 1988, Paket Kebijaksanaan Desember 1988.

- Pakdes 1987

Pakdes 1987 merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi efek. Selain itu dibuka pula kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49% dari total emisi. Pakdes 87 juga menghapus batasan fluktuasi harga sajam di bursa efek dan memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa efek.

- Pakto 88

Pakto 88 ditujukan pada sektor perbankan, nbamun mempunyai dampak terhadap perkembangan pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3 L (Legal, Lending, Limit), dan pengenaan pajak atas bunga deposito.Pengenaan pajak ini berdampak positif terhadap perkembangan pasar modal di Indonesia.

- Pakdes 88

Pakdes 88 pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar modal dengan membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa.